Tubuhku berpanu
Lambungku berborok, berdarah, amis
Terinfeksi kuman – kuman cerdik, para liliput tersayang
Awan Kabut
Bergelanyutan tepat di atas kepalaku
Yang kian penat
Serasa akhirat telah di pelupuk mata
Titik dimana aku sampai pada pelabuhan jiwa
Ku ingat
Lekukan tubuh mudaku yang dulu
Aduhai memel,
Kini kering keriput berbalut bulu – bulu buluk
Tak terawat
Oh … sudahlah
Berhentilah beromantisme akan
Masa jayaku
Aku menyangangi mereka, memang
Tak bisa kulewatkan barang sedetikpun
jauh dari mereka
Mengenyangkan perut mereka yang tiada henti
melolong lapar
Sang Pencipta!
Betapaku selalu bersyukur
Sempat menjadi ibu mereka
Yang menawarkan tempat ternyaman
Yang mereka singgahi
Tak pernah kupeduli
Apa mereka mengingat hal itu
Setiap jengkal peluhku
Kupersembahkan hanya demi mereka
Melalui Hambamu,
Yang tua dan pikun
Setiap tetes air yang kuperas adalah bukti,
Tulusnya cintaku
Iklas Benar aku
Sama seperti berkatMu bagiku
Luka – lukaku yang tersebar
Di sekujur tubuh
Adalah kebanggaan
Tak akan pernah kutukarkan dengan apapun
Sekalipun dengan Kemudaan, Kemolekan, Pesona
Ku tak peduli lagi
Biarlah mereka mencampakkanku
Ke dasar lubang yang tak berujung
Yang digali untukku
Membakarkaku demi setumpuk nasi
Kuanggap itu kasih sayang tulus mereka kepada ku
Oh Tuhanku!
Ijinkan aku tinggal bersama mereka sekali lagi
Supaya kulihat mereka
Tumbuh
Berlipat ganda
Itulah kebahagiaanku
Tapi Tuhanku
Apabila aku harus pergi menghadapMu, Sang Khalik
Kirimkanlah buah jiwaku pengganti
Yang lebih baik
Yang lebih mencukupi, mengenyangkan
Yang lebih mencintai mereka apa adanya mereka
Aku tak mau jadi ibunda terakhir
Jangan!
Jangan Tuhanku!
Miliku Telah kuberikan habis
Tanpa ada sisa untuk ku kais lagi
Siapa Tuhan Penggantiku?
Sudilah Engkau mengasihani mereka
Berilah mereka ibu susu yang baru untuk mengasuh permata – permata hatiku
Yang tidak akan kulupakan dari anganku
Pun tidak Rohku
(On my way, literally, home God gave me)
7 February, 2009
No comments:
Post a Comment