Tulisan ini tidak mempermasalahkan sistem (yang katanya buruk), mengolok – olok mereka yang berjuang mati – matian demi sebuah kelas (yang katanya penting), serta kerja keras semua pihak (yang katanya sia – sia).
Semakin mahal atau berharga suatu barang, maka semakin kuat pula perlindungan sang pemilik. Contohnya pacar. Semakin kita tidak laku, maka semakin posesiflah kita. Jangan sampai putus. Syukur – syukur bisa lanjut jadi suami-istri yang diakui catatan sipil. Sebaliknya, mereka yang berpenampilan menarik dan cukup beruntung dikatakan cakep atau cantik, putus bukan berarti kiamat. Mereka masih punya stok manusia yang siap, sedia dan setia menunggu, bahkan mengantri. Namun, pengecualian selalu ada.
Bagi sebagian orang, siasat tidak menjadi masalah. Baik - baik saja. Namun bagi yang lain, momen ini adalah ajang untuk unjuk urat, otot, dan otak. Jauh sebelum hajatan dimulia, mereka mungkin sudah stand by sambil nyambi facebookan. Paling tidak 30 menit menjelang pintu masa depan dibuka, mereka akan mengerahkan seluruh raga pada tetikus terdekat. Berharap akan ada kebocoran sistem, agar mereka bisa masuk dan merenggut kelas – kelas yang ditawarkan. Pada akhirnya, hukum rimba berlaku, siapa cepat dia dapat.
Sayangnya, peraturan semacam ini hanya berhenti disini saja. Siapa yang cepat memang akhirnya dapat, tetapi belum tentu selamat. Selamat yang dimaksud tidak melulu memperoleh semua kelas yang telah apik disusun di kertas lapis tiga.
Ada dua jenis keselamatan yang saya acu dalam tulisan ini.
Pertama, keselamatan tingkat satu. Keselamatan ini diraih ketika mereka berhasil mendapatkan ijasah yang sah dari tempat belajar ini. Keselamatan ini lebih baik daripada keselamatan versi setengah yang saya definisikan secara implisit. Keselamatan jenis ini hanya fatamorgana. Segera setelah dicapai, lenyap.
Jenis kedua yang menurut saya lebih penting, yaitu keselamatan tingkat akhir. Keselamatan macam inilah yang dinanti - nanti. Tanda kemunculnya keselamatan model ini yaitu ketika mereka merasa apa dipelajari berguna. Termasuk berguna untuk melakukan tindakan kriminal. Contoh, menguasai umpatan dalam bahasa alien untuk memaki – maki orang tanpa menimbulkan huru – hara.
Tanda lainya adalah ketika kita masih bisa mengingat konsep yang kita pelajari di kelas ataupun diluar. Paling tidak dengan mengingat, kita merasa memiliki senjata ampuh atas serangan nuklir dadakan.
Tanda terakhir yang bisa muncul yakni ketika kita bisa memakai apapun yang berasal dari kelas (ataupun diluar). Contohnya, saya ingat dosen favorite saya selalu memakai kata 'wurung' untuk menjelaskan sebuah konstruksi khusus dalam kalimat bahasa inggris. Kapanpun saya melihat dan menulis kalimat dalam bentuk tersebut, saya selalu ingat, ini bermakna 'wurung'. Dan saya selalu selamat karenanya!
Awal bulan September (01/09/10), saya lihat salah satu teman baik saya nangis sesegukan lantaran tidak kebagian kelas proposal. Ya proposal! Salah satu mata kuliah prasyarat penting yang diambil sebelum menempuh skripsi.
Selang satu hari kemudian, teman saya yang jago memeras air mata mengatakan kalau kelas sudah didapat. Syukurlah dia tetap gigih dengan air matanya.
Tampaknya justru dari situlah keselamatan berawal. Keselamatan yang akan mengantarkan seseorang ke depan gerbang kesuksesan. Dan saya pun mulai mengiyakan kalau langkah seperti itu jauh lebih terkesan tangguh daripada hanya teriak – teriak lewat mulutnya facebook, ataupun sumpah serapah sang jerapah.
Di kesempatan yang lain, saya bertemu kakak angkatan yang seharushya sekelas dengan saya di satu maka kuliah.
Saya tanya, 'kok kamu tadi gak masuk kelas?'
'Aku cuti, Yos,' jawabnya.
Saya kaget. Keputusan semacam itu kurang populer sekarang. Pasti ada alasan pribadi atas keputusan tersebut.
Dunia kuliah selalu mengharuskan pengambilan keputusan; keputusan ambil dosen mana, kelas jam berapa, atau mau pilih mata kuliah apa. Termasuk diantaranya keputusan untuk berusaha sebaik mungkin demi keselamatan tingkat lanjut. Sebuah hadiah yang akan membayar kesabaran dan rasa capek mijetin tombol 'si tikus'.
Masihkah yang cepat akan dapat? Mungkin iya. Tetapi ini yang lebih tepat, mereka yang cepat, cermat, & berhemat yang akan selamat!
Semakin mahal atau berharga suatu barang, maka semakin kuat pula perlindungan sang pemilik. Contohnya pacar. Semakin kita tidak laku, maka semakin posesiflah kita. Jangan sampai putus. Syukur – syukur bisa lanjut jadi suami-istri yang diakui catatan sipil. Sebaliknya, mereka yang berpenampilan menarik dan cukup beruntung dikatakan cakep atau cantik, putus bukan berarti kiamat. Mereka masih punya stok manusia yang siap, sedia dan setia menunggu, bahkan mengantri. Namun, pengecualian selalu ada.
Bagi sebagian orang, siasat tidak menjadi masalah. Baik - baik saja. Namun bagi yang lain, momen ini adalah ajang untuk unjuk urat, otot, dan otak. Jauh sebelum hajatan dimulia, mereka mungkin sudah stand by sambil nyambi facebookan. Paling tidak 30 menit menjelang pintu masa depan dibuka, mereka akan mengerahkan seluruh raga pada tetikus terdekat. Berharap akan ada kebocoran sistem, agar mereka bisa masuk dan merenggut kelas – kelas yang ditawarkan. Pada akhirnya, hukum rimba berlaku, siapa cepat dia dapat.
Sayangnya, peraturan semacam ini hanya berhenti disini saja. Siapa yang cepat memang akhirnya dapat, tetapi belum tentu selamat. Selamat yang dimaksud tidak melulu memperoleh semua kelas yang telah apik disusun di kertas lapis tiga.
Ada dua jenis keselamatan yang saya acu dalam tulisan ini.
Pertama, keselamatan tingkat satu. Keselamatan ini diraih ketika mereka berhasil mendapatkan ijasah yang sah dari tempat belajar ini. Keselamatan ini lebih baik daripada keselamatan versi setengah yang saya definisikan secara implisit. Keselamatan jenis ini hanya fatamorgana. Segera setelah dicapai, lenyap.
Jenis kedua yang menurut saya lebih penting, yaitu keselamatan tingkat akhir. Keselamatan macam inilah yang dinanti - nanti. Tanda kemunculnya keselamatan model ini yaitu ketika mereka merasa apa dipelajari berguna. Termasuk berguna untuk melakukan tindakan kriminal. Contoh, menguasai umpatan dalam bahasa alien untuk memaki – maki orang tanpa menimbulkan huru – hara.
Tanda lainya adalah ketika kita masih bisa mengingat konsep yang kita pelajari di kelas ataupun diluar. Paling tidak dengan mengingat, kita merasa memiliki senjata ampuh atas serangan nuklir dadakan.
Tanda terakhir yang bisa muncul yakni ketika kita bisa memakai apapun yang berasal dari kelas (ataupun diluar). Contohnya, saya ingat dosen favorite saya selalu memakai kata 'wurung' untuk menjelaskan sebuah konstruksi khusus dalam kalimat bahasa inggris. Kapanpun saya melihat dan menulis kalimat dalam bentuk tersebut, saya selalu ingat, ini bermakna 'wurung'. Dan saya selalu selamat karenanya!
Awal bulan September (01/09/10), saya lihat salah satu teman baik saya nangis sesegukan lantaran tidak kebagian kelas proposal. Ya proposal! Salah satu mata kuliah prasyarat penting yang diambil sebelum menempuh skripsi.
Selang satu hari kemudian, teman saya yang jago memeras air mata mengatakan kalau kelas sudah didapat. Syukurlah dia tetap gigih dengan air matanya.
Tampaknya justru dari situlah keselamatan berawal. Keselamatan yang akan mengantarkan seseorang ke depan gerbang kesuksesan. Dan saya pun mulai mengiyakan kalau langkah seperti itu jauh lebih terkesan tangguh daripada hanya teriak – teriak lewat mulutnya facebook, ataupun sumpah serapah sang jerapah.
Di kesempatan yang lain, saya bertemu kakak angkatan yang seharushya sekelas dengan saya di satu maka kuliah.
Saya tanya, 'kok kamu tadi gak masuk kelas?'
'Aku cuti, Yos,' jawabnya.
Saya kaget. Keputusan semacam itu kurang populer sekarang. Pasti ada alasan pribadi atas keputusan tersebut.
Dunia kuliah selalu mengharuskan pengambilan keputusan; keputusan ambil dosen mana, kelas jam berapa, atau mau pilih mata kuliah apa. Termasuk diantaranya keputusan untuk berusaha sebaik mungkin demi keselamatan tingkat lanjut. Sebuah hadiah yang akan membayar kesabaran dan rasa capek mijetin tombol 'si tikus'.
Masihkah yang cepat akan dapat? Mungkin iya. Tetapi ini yang lebih tepat, mereka yang cepat, cermat, & berhemat yang akan selamat!
No comments:
Post a Comment