Sunday 28 August 2011

20 Maret 2011: Sehari ini saya habiskan di rumah dan di depan laptop.


Saya tidak ke gereja hari ini, karena beberapa alasan. Atau ada baiknya saya tulis, ya?

Pertama, saya tidak nyaman berada di sana. Saya merasa diawasi. 

Kedua, saya merasa kebutuhan spiritual tidak terpenuhi. Alih – alih mendapatkan penyegaran rohani, saya malah merasa butek dan kecewa. Entah kecewa terhadap apa.

Ketiga, saya kurang suka mengikuti kebaktian berbahasa jawa. Saya tidak bisa kusuk mengikutinya.

Dari ketiga alasan ini, memang semuanya self-centered. Namun demikian, saya tidak memaksakan diri untuk merasa bersalah atau berdosa. Saya masih bertumbuh. Saya tidak menutup mata kalau hal itu tidak benar. Adalah hal yang mustahil untuk memaksakan diri agar serta merta tumbuh menjadi orang yang saleh dalam waktu sekejab. Dalam kematangan spiritual, time matters!

Siangnya, saya dan ibu ngobrol ringan tentang banyak hal. Kami mengobrolkan banyak hal dari mulai urusan tetangga sampai yang lainya. Kadang penting bagi saya untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitar. Saya haus akan informasi. 

Setelah beberapa saat mengobrol, sampailah pada topik yang jarang sekali dicetuskan oleh ibu. Dia bilang ada seorang pria yang mendekatinya. Saya tertawa mendengarnya. Umur ibu 50 tahun dan orang tersebut lebih tua darinya. Ibu bilang dia tetangga kosnya dulu ketika ibu ngajar di Jogja. Sampai sekarang dia belum meningkah. Orang itu getol ngejar – ngejar ibu. Rupanya dari muda, dia udah kesengsem sama ibu.

Lalu topik mulai melancar ke perningkahan. Ibu menerangkan bahwa dari jaman dulu perselingkuhan sudah lumrah. Seorang pria menghamili orang lain dan kumpul kebo. Dari cerita jamn dulu sampai cerita jaman sekarang. Yang saya tangkap dari situ, ibu mencoba untuk membenarkan perselingkuhan dan kumpul kebo dengan mengatakan bahwa sudah banyak orang yang melakukanya dari jaman dulu. 

Apakah dengan demikian ini benar dihadapan Allah?

Saya tidak berlagak menjadi polisi moral yang menghakimi. Karena menurut saya ketika saya menghakimi, standar itu akan dibalikan ke saya, saya lupa ayat yang mengatakan hal ini. Saya memang merasa belum cukup kuat. Saya merasa masih belum apa – apa dan tidak pantas menghakimi. Saya tidak punya lisensinya. Saya belum mengalami ujian – ujian yang memastikan kualitas pribadi saya.

Saat ini yang saya pikirkan yakni, belajar mencari hikmat Tuhan. Karena hanya dengan ini, kualitas sistem yang ingin saya capai tidak turun. Karena hidup dalam sistem Tuhan, kita harus take the high road and raise the bar!

No comments: